Jumat, 19 Januari 2024

Jumat, Januari 19, 2024
Penyampaian hasil Bastul Masail Akbar Se-Jawa Madura yang digelar Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat di Pondok Pesantren Gedongan, Kabupaten Cirebon.

PANGENAN (CIREBON BRIBIN) - Selain usia ideal seorang pemimpin menurut islam, soal pinjaman online (Pinjo) juga menjadi pembahasan dalam Bastul Masail Akbar Se-Jawa Madura yang digelar Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Baratdi Pondok Pesantren Gedongan, Kabupaten Cirebon, Kamis (18/1)

Seperti diketahui, fenomena pinjol juga belakang ini menjadi isu yang hangat di masyarakat.

Dalam menyampaikan hasil Bahstul Masail (BM) tersebut, Wakil Ketua LBM PWNU Jawa Barat, KH Nanang Umar Faruq mengatakan ada beberapa pertanyaan dan telah dikaji secara mendalam oleh para peserta BM, terkait tema problematika pinjol yang dibahas Komisi A.

Pertanyaan pertama, terkait akad yang terjadi dalam kasus pinjol dan bagaimana hukumnya.

"Jawabannya, akad pinjol diperinci sebagai berikut, satu, pinjol dengan system pemberian modal usaha, maka termasuk akad mudlarabah (bagi hasil) dengan syarat keuntungannya ma’lum (jelas dan diketahui) berdasarkan nisbat/ prosentase, bukan dengan menentukan nominal," katanya.

Nanang menambahkan, Kedua, pinjol syariah dengan system pembiayaan berbasis tekhnologi dengan memposisikan uang sebagai alat tukar (bukan komoditi), maka diperinci menjadi beberapa bagian.

"Yakni, komoditi yang ditransaksikan bersifat maushuf fi dzimmah (pemesanan barang dengan menyebut spesifikasinya) misalnya belum wujud saat terjadi transaksi, maka termasuk ba’i dain biddain (menjual hutang dibeli dengan hutang) yang dilarang," tambahnya.

Nanang menjelaskan komoditi yang ditransaksikan bersifat mua’yyan (ditentukan), contohnya saat terjadi transaksi ia sudah berwujud misalnya wujud benda atau bangunan, maka diperbolehkan dengan pola akad ba’i bittaqsith (pembelian dengan pembayaran diangsur).

"Atau bisa juga ijarah muntahiyah bittamlik (akad sewa yang berakhir dengan pemberian hak milik) yang diperbolehkan menurut sebagian ulama muta’akhhirin," jelasnya.

Nanang mengucapkan yang ketiga adalah pinjol konvensional dengan system pembiayaan berbasis teknologi dengan memposisikan uang sebagai komoditi, maka hukumnya tidak diperbolehkan karena termasuk akad utang yang mengandung riba atau qardl bisyarthi jarri naf’in lil muqridl.

"Catatannya, pinjol yang dilakukan secara ilegal hukumnya haram secara mutlak karena melanggar aturan pemerintah dan banyak merugikan konsumen," ucapnya.

Nanang menuturkan pertanyaan kedua, soal alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pinjol.

"Jawabannya ada beberapa alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat antara lain, alternatif pertama, mendorong masyarakat agar memaksimalkan pinjol yang sesuai aturan syariat," tuturnya.

Nanang mengungkapkan, alternatif kedua, mendorong developer pinjol syar’i untuk menurunkan nilai profit yang mereka dapatkan agar tidak memberatkan masyarakat.

"Alternatif ketiga, optimalisasi dana CSR yang dipungut dari perusahaan atau instansi sebagai modal pinjol yang sesuai syariat," ungkapnya.

Nanang menyampaikan pertanyaan ketiga, langkah apa yang tepat yang harus dilakukan pemerintah terkait pinjol.

"Jawabannya, langkah yang tepat bagi pemerintah adalah, pertama menertibkan dan menindak tegas segala praktik pinjol ilegal atau yang tidak berizin OJK," ujarnya.

"Kedua, mendorong dan memasyarakatkan praktik pinjol syar’i bagi warga muslim. Ketiga, menetapkan regulasi yang berpihak secara maksimal kepada praktik pinjol syar’i dan ekonomi syariah secara umum,"lanjutnya. (CB-006)