Selasa, 20 Maret 2018

Selasa, Maret 20, 2018
Guna menggenjot kualitas garam produksi lokal yang saat ini memiliki kandungan NaCL 90% - 94% saja atau berada dibawah standar mutu internasional yakni 97%.

Dikatakan oleh Agung kuswandono Deputi Bidang Koordinator Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman RI. Bahwa saat ini sedang dikenalkan proses pembuatan garam baru dengan sistem geomembran.

"Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenalkan pembuatan garam dengan sistem geomembran yang bisa meningkatkan kualitas garam petani," katanya di Cirebon, Selasa (20/3).

Agung mengatakan ini penting, agar garam Indonesia bisa bersaing dengan produksi luar. Dan karena kualitas garam petani kita yang belum memenuhi standar internasional atau yang biasa digunakan untuk industri pangan pada perusahaan multi nasional. Hal ini memaksa pemerintah untuk melakukan impor garam dari negara-negara tetangga.

Seperti dari Australia, India dan China yang telah memiliki kualitas kandungan NaCl sesuai standar internasional.

"Kita tidak bisa memaksa mereka menggunakan garam lokal karena terbentur standarasisasi mereka," tuturnya.

Pemerintah hanya bisa mengarahkan garam-garam lokal untuk perusahaan yang tak menggunakan garam mengacu pada standar itu.

Selain itu, pilihan mengimpor garam dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan garam nasional. Yang mana pada saat ini, hasil produksi garam kita hanya 1,2 juta ton pertahun. Sedangkan kebutuhan garam kita adalah 3,7 juta ton pertahunnya.

"Kebutuhan dalam negeri saja belum terpenuhi, apalagi untuk kebutuhan ekspor. Karena itulah perlu adanya impor garam," lanjutnya.

Namun, Agung juga mengatakan pemerintah melalui Kementrian perdagangan perlu mengatur ketat tentang impor ini. Artinya, ijin impor hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang memiliki pabrik pengolahan garam.

"Ini untuk memastikan garam yang diimpor digunakan sesuai kebutuhannya. Bukan untuk tujuan dijual kembali dan mencegah penimbunan,"pungkasnya.(CB-003)